Tulisan yang di Muat di Tahun 2016

Pengalaman gue menulis bisa di bilang cukup dangkal. Bagaimana tidak, dalam setahun gue menghasilkan tulisan maksimal 3 karya yang biasanya gue ikutkan lomba-lomba yang tanpa dipungut biaya alias gratis. Dari tiga lomba itu paling yang menang satu. HAHA. Miris sekali bukan? 

Setelah menjadi mahasiswi, minat menulis gue semakin menurun.
Gue menulis cerpen atau artikel kalau ada kepentingan buat tugas doang. Hal ini tentunya menjadi salah satu permasalahan besar buat gue, mengingat gue adalah salah satu mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Yang mana seharusnya bertugas membangkitkan budaya literasi di kalangan anak didik gue kelak. Kalau guenya aja malas-malasan gini dalam bidang kepenulisan, gimana anak didik gue nanti? Ya kan?

Ada banyak sekali faktor yang menyebabkan gue malas menulis, di antaranya:

Malas itu sendiri

Siapa sih yang kenal kata malas? Satu kata yang menjadi dasar dari segala kegagalan. Ya, gue emang orangnya agak pemalas. Meskipun seringkali gue punya ide-ide bagus ketika insomnia tapi jari gue bawaannya malas banget mau dibawa ngetik ataupun menulis pakai pena dan pada akhirnya ide itu mengendap di pikiran lalu perlahan-lahan hilang entah kemana. Padahal dulu waktu SMA suka banget menulis. Menulis rangkuman. Hihi

Lebih memilih untuk nonton drakor

Haha, iya, semenjak gue kuliah gue jadi suka nonton drakor. Kayaknya sih karena kesepian di kosan jarang nonton TV jadi lebih memilih hiburan murah buat nonton drakor, terlebih kosan gue free wifi jadi ya lebih milih buat download drakor-drakor terbaru lalu menontonnya sampai begadang daripada menulis. Sungguh alasan yang nggak etis banget kan?

Nggak ada yang nantangin

Gue ini tipikal orang yang suka tantangan, jadi ketika ada tantangan gue bakal semangat ’16 dan ketika nggak ada ngasih tantangan gue pun bakal biasa aja. Masa bodoh. Begitu juga dengan kegiatan menulis, dulu waktu SMA gue punya teman yang suka banget bikin tulisan dia sering banget tuh ngajakin gue buat ikutan event yang dia ikuti. (Ini sebenarnya kawan apa lawan ya?) akhirnya gue pun dengan segala daya dan upaya menggunakan pikiran yang gue miliki buat bikin karya terbaik, biar gue bisa unggul dari dia dan biar dia nggak sombong ke gue. Biar gue aja gitu yang sombong ke dia (loh?).

Nah itulah beberapa faktor yang udah nggak gue miliki lagi yang akhirnya bikin gue malas buat nulis.

Btw, kok jadi nggak nyambung ya sama  judulnya?

Eit, tapi tunggu dulu, sebenarnya cerita ini baru aja mau di mulai. Itu sih cuma pembukanya aja (bikin pembuka kok panjang amat sepanjang jalan kenangan mantan).

Jadi gini, ceritanya dua bulan yang lalu, bulan September tepatnya hari Jum’at tanggal 9, argumentasi gue dimuat di surat kabar (Kompas Kampus).

Aslinya mah panjang~

Awalnya sih gara-gara di tantangin sama dosen mata kuliah Jurnalistik Dasar.

Waktu itu hari senin jadwalnya kuliah jurnalistik dasar. Dosen matkul ini tuh kalau ngajar caranya paling beda sendiri dari dosen-dosen matkul lain. Kalau yang lain kan ngajarnya jelasin yang ada di buku, terus nyuruh mahasiswanya dibuat kelompok dan di bagiin materi, bikin makalah, power point abis itu presentasi. Paling senang itu kalau presentasi matkul enak kalau di logikakan atau yang nyantol di otak gue misalkan agama atau matkul sastra, masih bisa buat jadi bahan debat di kelas. Kan seru. Dan paling sebal itu pas presentasi matkul yang bahasa. Ya Alloh, itu matkul sebal banget gue. Kayak semantik misalkan, kan semantik ilmu yang mempelajari makna. Gue pikir gampang, ternyata... nggak susah-susah amat sih, tapi gue malas aja sama gituan. Mending di suruh analisis puisi atau novel daripada analisis makna kata. Iya, susah loh, padahal gampang. Susahnya ya karena gue nggak minat sama matkul ini. Hehe

Nah, kembali lagi ke dosen matkul dasar jurnalistik. Beliau  kalau ngajar hanya akan menjelaskan apa yang ditanyakan oleh  mahasiswanya (sok serba tahu banget nggak sih?). Begitu beliau salam langsung, tanya: 
“Ada yang mau ditanyakan?”

Kalau nggak ada yang tanya ya katanya perkuliahan bakal di akhiri. Tapi sejauh ini sih, nggak sampai ada tuh perkuliahan yang di akhiri sebelum jam kuliahnya habis. Pasti ada aja yang tanya, walaupun buat formalitas doang sih kata salah satu teman gue. Karena dosen ini pelit nilai. Tapi kalau gue, tanyanya yang emang benar-benar gue belum tahu dan itu penting. Jadi, kalau sesuatu yang berkaitan dengan jurnalistik yang udah gue tahu nggak bakal gue tanyakan. Akhir-akhir ini gue sering baca artikel atau apapun yang berbau jurnalistik jadi gue udah tahu lumayan banyak dasarnya. Otomatis, gue jarang tanya, cuma ngantuk nyimak aja karena kuliahnya jam 7 pagi. Menurut dosen ini, kehadiran nggak begitu penting jadi sama sekali nggak berpengaruh sama nilai. Sia-sia nggak sih gue tanda tangan selama ini? T_T

Dosen ini selalu memberi tugas kepada mahasiswanya yaitu membaca, membaca, dan membaca lagi. Yang gue yakini tugas gaib ini nggak bakal dikerjakan sama mahasiswanya kecuali gue. Sampai semseter 3 berakhir.

Suatu ketika, dosen tersebut memberi tantangan untuk mengirimkan argumen di kompas kampus dan yang dimuat akan dapat nilai bagus. Tentu saja gue semangat banget, apalagi argumen. Gue kan jagonya berargumen. *sombong*

Dengan penuh semangat gue pun menuliskan argumen yang temanya yaitu mahasiswa berprestasi olahraga.

Ini temanya~

Satu minggu kemudian gue tahu kalau ternyata argumen gue dimuat. Ini artinya gue udah dapat nilai + buat matkul ini. Alhamdulilah. Dan yang tahu duluan kalau tulisan gue dimuat itu dosen gue, iyalah orang gue jarang baca koran. Hihi.

Gue pun dapat bingkisan dari kompas dan dosen gue. Rezeki anak solehah ^^

Itulah satu  tulisan gue dari dua tulisan yang gue kirim ke media  yang dimuat di tahun 2016 ini. Yang satunya cerpen, tapi kayaknya nggak dimuat deh. Gue nggak dapat email. :(

Gue berharap, gue nggak malas-malasan lagi untuk berkarya. Biar jadi bangsawan sastrawati. Haha :p