Posts

Showing posts from 2018

Semangkuk Mie

"Aku ke sini hanya ingin melihatmu. Aku lega bahwa ternyata kau baik-baik saja." Aku tak bergeming dan tetap fokus merajang cabai rawit hijau dan sawi hijau sembari menunggu air dalam panci mendidih. "Aku tahu, aku salah. Tidak memercayaimu. Dan sekarang aku menyesal." Wanita mungil itu tetap berbicara, tak perduli aku mendengarkannya atau tidak. "Aku terlalu egois. Dan tidak bisa mengontrol emosiku. Tapi kau tahu kan itu semua karena apa?" Aku tetap diam. Air di panci sudah mendidih. Aku memasukkan rawisan cabai dan sawi itu ke dalam panci. "Aku cemburu. Aku tidak bisa mengontrol emosiku ketika cemburu. Maafkan aku." Kudengar dia yang duduk di kursi meja makan itu terisak. Aku membuka bungkus mie instanku. Dan mencelupkannya ke dalam air mendidih menyusul rawit dan sawi yang telah kumasukkan sesaat lebih dulu. "Kau boleh membenciku dan aku juga tidak berhak memaksamu untuk memaafkan. Tapi, bisakah kau kembali ke rumah kita? Ranjang

Asal Jangan Jalan Perpisahan

Kita adalah sesuatu yang tercipta dari kau dan aku. Oleh karena kita tercipta dari dua unsur maka kemungkinan besar kita akan memiliki perbedaan. Semua itu sudah jelas terbukti. Kita telah diuji oleh banyaknya perbedaan; kau yang suka ramai dan aku yang suka sepi, kau yang suka bangun pagi dan aku yang suka bangun siang, kau suka tidur jam sembilan malam dan aku yang suka begadang, kau yang suka pedas dan aku yang suka manis, kau yang suka menonton dan aku yang suka membaca, kau yang suka serius dan aku yang suka bercanda, kau suka tersenyum dan aku yang suka menangis, kau yang lemah lembut dan aku yang galak, kau yang mandiri dan aku yang manja, kau yang begitu dan aku yang begini, kau yang di sana dan aku yang di sini, kau yang seperti itu dan aku yang seperti ini, kau yang laki-laki dan aku yang perempuan, kau yang dan sebagainya dan aku yang dan seterusnya. Lihatlah betapa banyaknya perbedaan antara kau dan aku. Itulah uniknya kita. Tercipta dari perbedaan-perbedaan yang tak terhin

KAFKA

Hujan deras. Matahari hampir tenggelam separuhnya. Aku yang saat itu baru pulang kerja dan harus menjemputmu di kampus langsung kupacu sepeda motorku atau sepeda motormu? dengan kecepatan melebihi batas normal. Aku tahu, aku sudah terlambat dan tak ada gunanya juga aku ngebut, pada akhirnya kau akan kecewa juga. Aku tahu, kau akan tetap menunggunguku tapi aku juga tahu, kau akan memakiku atau menghukumku dengan diammu atau dengan kalimat-kalimat asumsimu yang seringkali tak kusukai. Sebab kalimat itu membuatku merasa terpojokkan dan lagi kau adalah orang yang tak mau mendengarkan alasan apapun. Aku tiba di taman kampusmu tempat di mana kau menungguku, kulihat kau sedang duduk sendirian dengan tampang kecewa. Seperti dugaanku. Maaf, Kafka, aku terlambat. Kataku.Terlambat LAGI! lebih tepatnya! Jawabmu. Iya, maaf. Aku ingin menjelaskan lebih panjang dari sekadar kata maaf, tapi aku tahu kau tak akan sudi mendengarkannya. Maka kuurungkan niatku.  Aku turun dari motor dan kau mengambil al