Sebuah Kisah yang Entah
Bi,
Aku kangen. Kalimat itu ingin sekali
aku kirim ke nomor HP-mu. Seandainya kamu sedang mengintipku sekarang, kamu
pasti akan tertawa karena aku kesulitan move-on darimu. Berkali-kali aku
mencoba megirimimu pesan yang hanya kutulis, kupandangi, kemudian kuhapus lagi.
Kutulis lagi, kupandangi lagi, dan kuhapus lagi. Berkali-kali aku melakukan hal
seperti itu semenjak kau memutuskanku. Sudah satu minggu sejak aku putus
denganmu, tapi aku masih kepikiran dengan segala tentangmu. Padahal barangkali,
kau sudah melupakanku sejak malam itu.
Aku tak menyangka aku akan sesulit
ini move-on darimu. Padahal, awalnya aku sama sekali tak mencintaimu. Pertemuan
pertama dan sekaligus pertemuan terakhir itu ternyata cukup permanen dalam
ingatanku. Sulit sekali rasanya untuk melupakan semua itu. padahal hanya
setengah hari bersamamu. Tapi aku sesulit ini melupakanmu. Bagaimana denganmu?
Pasti mudah sekali ya melupakanku? Iyalah, sudah jelas kau pasti sangat mudah
melupakanku, kan aku memang tak seberarti itu di hidupmu.
Kamu tahu nggak, setiap kali hujan
aku selalu ingat bagaimana kamu. Bagaimana kamu, pulang kuliah pasti kehujanan.
Bagaimana kamu, melakukan perjalanan cukup jauh sendirian. Bagaimana kamu,
kelelahan dengan rutinitas itu. Bagaimana kamu, yang punya banyak kesulitan itu
tanpa ada yang mampu memahamimu pun mengertikanmu. Dan bagaimana-bagaimana
dalam menjalani hidup yang lain. Aku tahu, hidupmu tak semenyedihkan itu.
bahkan mungkin lebih menyedihkan hidupku. Tapi aku juga tahu, hidupmu tak
semembahagiakan itu. Aku tahu, sebenarnya di dasar hatimu itu kamu ingin
menyalahkan Tuhan, mengapa ia menggariskan jalan hidupmu seperti itu. Bahkan
dengan jahatnya Tuhan mengirimkanku, wanita yang selalu memberimu kecewa
berkali-kali. Barangkali itulah yang ada dalam pikiranmu saat ini.
Jauh
di dalam lubuk hatiku, aku ingin menjadi wanita yang paling mampu memahami
tentang segala kehidupanmu. Entah itu kebahagianmu ataupun kesedihanmu.
Aku juga tidak tahu, mengapa Tuhan
mengirimkan aku kepadamu, jika pada akhirnya aku hanya akan mengecewakanmu
seperti ini. Jujur, aku sayang padamu. Apa adanya. Tak menuntut apa-apa. Aku
hanya ingin bersamamu lebih lama dari setengah hari itu. aku hanya ingin
bertemu denganmu, berkali-kali lagi, setiap hari, setiap pagi, setiap jam,
setiap menit bahkan setiap detik, tak akan membuatku jemu menatapmu. Baiklah,
kuakui aku memang orang yang mudah bosan, kaujuga tahu itu, tapi setelah
menyayangimu aku rasa bosan itu terkalahkan oleh rasa ingin selalu bersamamu. Terlambat sekali kan aku
mengatakan ini? Jelas, karena sekarang kau sudah menyingkirkan aku jauh dari
hatimu. Aku tidak tahu, di bagian mana aku membuatmu kecewa. Jujur saja, aku
memang terlalu apa adanya mencintaimu. Hingga aku tak tahu apa maumu.
Barangkali itulah yang membuatmu kecewa.
Tapi... pernah tidak sih, kamu
berpikir tentang bagaimana aku? Tentang bagaimana perasaanku saat aku berbicara
sejujurnya dan kau tetap tak percaya. Tentang bagaimana perasaanku ketika aku
menjelaskan dan kau malah menyepelekan dengan sengaja tak mau mendengarkan?
Padahal harapanku, aku hanya ingin dipercaya dan didengar, oleh orang yang aku
sayang. Fix, aku sabar dengan kelakuanmu itu. karena aku tahu, kau pasti jarang
membaca. Jarang membaca pikiran wanita, teruatama. Atau kamu mampu membaca tapi
sengaja agar aku tak menyukaimu? Entahlah, kamu salah satu persoalan yang sulit
kuselesaikan.
Aku hanya ingin menjelaskan beberapa
perasaanku padamu yang barangkali kamu tidak tahu karena kamu tidak pernah
bertanya tentangku, tidak pernah ingin tahu tentangku, barangkali, lebih
tepatnya. Aku menyayangimu. Itu sebenar-benarnya kata yang pernah aku ucapkan
padamu. Jika hingga detik ini kamu masih menyangka bahwa aku dengan sengaja
mengecewakanmu, dengan sengaja menyakitimu, kamu salah. Aku melakukan semua itu
tanpa kusengaja. Sebab aku masih belajar untuk memahami. Berapa lama sih kita
kenal? Satu bulan bukan waktu yang lama untuk memahamimu. Aku butuh waktu lebih
lama dari itu, sebenarnya. Dan kupikir, bukan hanya aku, kamu juga belum sepenuhnya
memahamiku. Iya kan?
Kemudian
tentang perasaanku ke mantan. Iya, aku memang baru putus dengan mantanku yang
satu itu ketika denganmu. Tapi aku sudah tak memiliki perasaan apa-apa
dengannya. Hatiku paham kok, siapa yang harus aku sayangi. Ketika aku sudah
bersama orang lain lagi, secara otomatis perasaanku ke mantan sudah
kuhilangkan, karena aku sadar lebih berarti orang yang bersamaku saat ini
daripada mantan yang ada di masa lalu. Aku
tidak tahu, cara menjelaskannya padamu. Karena setiap kali aku menjelaskannya
pun, kau tak percaya. Ya, kau tak percaya dan tak mau mendengarkan. Padahal,
itu sejujur-jujurnya perasaanku.
Setelah pertemuan itu dan kau
memutuskanku. Aku jadi banyak merenung, apa mungkin dari awal kau memang sudah
tak menyayangiku? Tapi aku juga merasakan kalau kau menyayangiku. Oke,
anggaplah aku ke-PD-an soal itu. Tapi, ketika kau menggenggam tanganku itu, aku
tahu barangkali kau memang sesayang itu sama aku. Tapi, setelah kau
memutuskanku, aku juga berpikiran lain, barangkali, kau tak pernah sesayang itu
sama aku. Oh, shit! Aku lelah sekali menebak-nebak sendiri tentang perasaanmu.
Dan aku adalah wanita paling bodoh, yang pernah menyayangimu, ketika semua
prasangka bahwa kau pernah menyayangiku itu hanya prasangkaku sendiri. Kamu pasti
akan kasihan ya, sama aku. Jika kamu tahu, dan membaca tulisan ini. Iya, aku
wanita semenyedihkan itu, Bi. Tapi tak apa, jika kamu memang tak pernah
menyayangiku juga tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Sebab aku memberikanmu
rasa sayang, ikhlas tidak menuntut balas. Meskipun, pernah juga berharap kau
akan membalas sayangku. Aku wanita yang selalu kesulitan jika harus
mengutarakan atau mengekspresikan rasa sayang. Dan kamu, laki-laki yang baru
percaya, jika rasa sayang itu diekspresikan, melalui pelukan, misalnya. Kamu
tahu, ketika pertemuan itu, aku sebenarnya merasakan kangen lebih dalam dari
biasanya. Tapi aku sadar, masih ada batas-batas yang belum seharusnya kita
lewati. Jelas batas-batas yang kumaksudkan itu menyangkut dosa dan tidak dosa.
Menyangkut surga dan neraka. terkadang aku menyesal, karena terlalu tahu banyak
hal, aku jadi harus menahan untuk melakukan banyak kesalahan. Tapi terkadang
aku bersyukur juga telah mengetahui banyak hal itu. misalnya, aku tahu kalau
menatap dan bersentuhan tangan dengan yang bukan muhrim adalah dosa. Maka
ketika aku merindukanmu, aku tak sebebas itu untuk melakukannya. Dengan jerih
payah, aku menahannya. Karena aku tahu itu tidak baik. Tapi pikiranmu, tidak
sejalan dan tidak sepemahaman denganku, ternyata. Kau selalu dengan bebas
menatapku dan menyentuh tanganku. Fix, aku gemetar saat itu. takut antara dosa
dan juga takut membuatmu kecewa lagi. Tapi, barangkali, mengecewakan manusia
lebih baik pangkatnya daripada mengecewakan Tuhan. ya, maaf aku mengecewakanmu,
karena aku takut mengecewakan Tuhan. Jika kamu berpikir aku telah terbiasa
bersentuhan dengan lelaki, karena seringnya aku berpacaran, kamu salah. Meskipun
aku berpacaran sudah beberapa kali, aku tidak pernah disentuh atau digenggam
seperti yang kamu lakukan padaku. Pokoknya kamu adalah laki-laki pertama yang
melakukan hal-hal itu kepadaku, tahu kan maksudku? Iya, maksudku yang mencium
punggung tanganku dan menggenggam tanganku, pertama kali adalah kamu. Jujur aku
tidak ikhlas sebenarnya diperlakukan seperti itu olehmu. Kamu adalah lelaki
pertama, yang menyentuhku. Kamu adalah lelaki yang tak tahu, cara menghormatiku
sebagai wanita yang mencoba menjaga kehormatannya. Bodoh sekali ya, aku.
Mencoba menjaga kehormatan tapi masih mau berpacaran. Jelas itu artinya aku
memberikan sedikit peluang untuk laki-laki tidak menghormatiku. Aku baru sadar
ketika aku menulis ini. Barangkali setan sekarang sedang tertawa karena ia
telah berhasil menjerumuskanku.
Pada akhirnya, yang pernah bersama
akan terpisahkan juga. Sekeras apapun kita mencoba untuk menyatu. Terima kasih,
pernah menyayangiku (jika pernah). Pernah berjuang mendapatkanku. Pernah
membuatku tertawa. Pernah membuatku berharap lebih padamu. Pernah menjadi
seseorang yang aku semogakan dalam doaku (dan masih kusemogakan). Pernah ada
untukku. Pernah mengajakku kerumahmu, meski hanya beberapa saat (Kamu adalah
laki-laki pertama yang aku datangi rumahnya). Pernah memperhatikanku. Pernah
sabar mengahadpiku meski pada akhirnya kesabaranmu habis karenaku. Pernah
mengajarkanku tentang ketegaran. Pernah membuatku menangis dan sampai sekarang
aku juga masih suka menangis karenamu. Karena kangenku, padamu.
Pernah
membuatku khawatir dan sampai sekarang masih suka khawatir juga sebenarnya.
Jika kau tak mau menerima sayangku tak apa. Selama aku belum menemukan
penggantimu, kamu adalah orang yang masih aku sayangi. Apapun itu. Aku sayang
kamu. Jika Tuhan merestui, InshaAllah kita akan bersama lagi. Berbahagialah
tanpaku, agar aku lebih lega dilepaskan olehmu. Agar aku tak semenyesal ini,
berpisah denganmu. Terima kasih sudah memberikan aku rasa sakit karena
diputuskan ketika sedang sayang-sayangnya. Tapi, terima kasih juga sudah
melepaskanku, setidaknya kita tidak harus menjadi sepasang yang gemar menabung
dosa. Hehe. Sebagai wanita biasa, aku juga menginginkan laki-laki yang akan
mengajakku ke surga-Nya. Yang mengajakku menabung pahala bukan menabung dosa.
Aku menyayangimu tapi aku tak ingin kita saling menyayangi tanpa menghiraukan
Sang Pemberi rasa sayang itu. Mengertilah.
.
.
-16Nov17-
intinya masih ingat dosa. sesayang apapun sama seseorang, namun jgn mengabaikan kepada Yang Maha Sayang. gitu gak sih
ReplyDelete