Kesedihan Yang Terjual

Semenjak ia pergi dari kehidupanku rasanya hidup ini sudah terbakar api dan hanya tinggal abu yang tersisa. Abu itu tertiup debu lalu terbuang sia-sia atau jika sedang beruntung abu itu bisa dijadikan pupuk tanaman oleh siapa saja yang suka tanam-menanam. Tetapi, apa pun itu, abu tetaplah abu, bukan manusia yang bisa apa saja dan merasa apa saja. Termasuk merasa bahagia. Abu hanya bisa pasrah  pada tiupan angin. Kemana pun angin bertiup di situlah abu terbawa. Barangkali semacam itulah gambaran diriku saat ini. Tak ada yang berarti. Hanya manusia sia-sia.

Aku ingin kembali hidup dan bernyawa sebagai manusia. Tapi apa daya, seluruh hidupku telah ia bawa pergi. Seluruhnya tak ada yang tersisa. Bahagiaku, sedihku, segala emosiku telah ia curi dan entah akan ia kembalikan lagi atau akan ia nikmati sendiri. Kini, aku hanya manusia yang hidup tapi mati. Tanpa emosiku. Jika ada anak kecil yang melihatku, barangkali ia akan berpikir aku ini robot mainannya. Karena itulah aku lebih memilih menyendiri.

Sudah berbulan-bulan aku tidak keluar rumah. Jangankan keluar rumah, keluar kamar saja hanya ketika ingin buang hajat. Meski buang hajatku hanya berupa air, aku tetap saja buang hajat. Ya, berbulan-bulan aku tidak makan apapun. Aku hanya minum air. Katanya, untuk bersedih kita juga perlu tenaga. Apakah air bisa membuatku bertenaga? Tentu saja bisa, setidaknya aku punya sedikit tenaga untuk tetap bernafas. Aku memang ingin mati tapi aku juga masih ingin hidup. Tubuhku memang kering, kurus dan kerempeng bagai ranting mangga yang usang dan sebentar lagi akan jatuh ke tanah dan patah, tapi nyatanya aku masih terus saja menghembuskan nafas dan jantungku, jantungku tak sedetik pun melewatkan detaknya. Dengan air yang kuminum itulah aku bisa mempertahankan nafas dan detak jantungku.

Hari ini, tepat tiga bulan semenjak aku menjadi manusia sia-sia. Jika ditakdirkan aku akan menjadikan hari ini sebagai hari terakhirku menjadi manusia sia-sia. Mulai esok aku akan menjadi manusia yang sedikit berguna. Dan kembali jatuh cinta. Apa pun itu tiga bulan sudahlah cukup untuk menangisi dirinya yang tak lagi ada. Sesegera mungkin aku akan menjadi manusia baru dengan kepribadian baru dan cinta yang baru.

Aku memulai diriku yang baru. Hari ini aku makan segala jenis makanan agar esok tubuhku sudah sedikit berisi. Aku juga membeli beberapa baju baru dan alat kecantikan baru. Aku kalap. Aku menghabiskan sisa tabunganku hingga tak tersisa. Aku lupa diri. Tabunganku sudah kering kerontang. Tapi aku lupa bahwa masih ada hal lain yang mungkin belum terbeli. Benar saja, aku masih membutuhkan beberapa hal lain yang perlu kubeli. Aku juga perlu ongkos untuk bergerak kesana-kemari mencari apa saja. Bukankah sekian tahun yang lalu ketika masih SD pernah diajarkan bahwa bergerak ialah salah satu ciri makhluk hidup? Bagaimana aku bisa di katakan manusia yang hidup jika aku hanya menetap di satu tempat seperti saat ini.           

Aku berpikir bagaimana caranya agar aku mampu membeli beberapa hal yang kuperlukan untuk memulai hidupku yang baru. Tapi aku tak memiliki apapun. Pekerjaan tak punya, benda berharga pun tak punya. Kesekian kalinya, aku menjadi manusia yang lagi-lagi tak berguna.

Aku berpikir selama beberapa saat, apa saja yang masih tersisa dalam diriku yang barangkali bisa kujual. Aku berpikir untuk menjual ginjalku tapi rasanya ginjalku masih sangat berguna untuk menjadi modalku dalam menjalani hidup. Aku berpikir untuk menjual diriku, tapi siapa manusia yang mau membeliku yang kurus kerempeng begini. Jika pun ada pasti harganya tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupku selama aku masih hidup. Aku memang tidak memiliki apapun untuk kujual. Aku hanya punya kesedihan-kesedihan yang tiada habisnya. Andai aku bisa menjual kesedihan-kesedihan itu. Ah iya betul! Aku akan mencoba menjual kesedihan-kesedihanku. Siapa tahu ada seseorang yang terlalu bahagia sampai-sampai butuh kesedihan. Di jaman sekarang apa sih yang tidak bisa dijual? Bahkan air bekas mandi saja laku, kenapa aku tidak mencoba menjual kesedihan saja.

Baiklah, pertama-tama aku memotret kesedihan dalam diriku se-estetik mungkin. Aku hanya perlu cermin untuk melakukannya. Aku hanya perlu memantulkan air mata yang ada di pipiku dan kemudian memotretnya. Langkah pertama dapat kuselesaikan dengan mudah. Langkah kedua aku mengedit foto tersebut semenarik mungkin, tidak banyak yang ku edit karena orang-orang yang suka berbelanja daring, lebih menyukai gambar yang real pict. Tentu saja karena itu dapat meningkatkan rasa kepercayaan konsumen ketika akan membelinya. Berikutnya, aku akan menjualnya. Untuk yang satu ini aku agak lama memutuskannya. Aku harus menjualnya lewat apa, lewat media sosial atau ecommers. Kalau melalui ecommers aku tentu saja malas mengurusi pendaftaran akun yang cukup ribet setidaknya bagi seorang yang sedang frustasi sepertiku tentu hal itu bukanlah sesuatu yang mudah. Bukannya semangat untuk berjualan, justru malah akan memudarkan semangatku untuk menjual daganganku.

Setelah menimbang dan membaca beberapa jurnal, ternyata aku menemukan salah satu tempat yang cocok untuk menjual daganganku ini. Berdasarkan jurnal yang kubaca, instagram merupakan salah satu media sosial yang paling banyak dimanfaatkan untuk berjualan daring. Untunglah, aku sudah punya akun instagram. Pengikutku juga sudah cukup banyak, jadi bisa lah aku promosi di sini. Jika di instagram tak ada yang merespon juga mungkin aku akan beralih ke sosial media yang peringkat kedua, yaitu facebook. Katanya untuk menjadi seorang pedagang yang ulung, aku harus tahu betul jalan-jalan lain yang mungkin bisa kupilih ketika aku gagal di jalan yang pertama.

Aku membuka akun instagramku. Ketika aku sudah mau memposting foto kesedihan, aku lupa satu hal; caption! Ya aku lupa kalau aku juga harus membuat caption agar menarik perhatian pembeli. Lalu aku membuat caption ala kadarnya. Seperti ini: Hai, guys. Aku punya produk baru nih yang sudah cukup langka di dunia ini. Kalau kamu lupa caranya bersedih, kamu bisa membeli kesedihan ini. Stok terbatas! Kelebihan dari produk ini kamu bisa bersedih tanpa merasa berbahagia. Kamu juga bisa memakainya kapan saja, ketika kamu butuh. Kemasannya juga mudah di bawa lho! Yuk buruan di order! (emot kedip satu mata). Lalu aku langsung menekan tombol kirim.

Sengaja aku tidak memberikan harga di caption agar yang penasaran langsung bertanya padaku melalui pesan. Tentu saja itu sebuah keuntungan, karena kau bisa tahu, siapa saja yang tertarik untuk membeli kesedihan. Satu... dua... tiga... ting! Satu pesan masuk. Dari seorang yang cukup terkenal. Dia seorang artis sinetron yang selalu berperan jadi tokoh protagonis. Beberapa kali aku menonton sinetronnya. Isinya hanya tentang tangisan-tangisan.

Artis: harganya berapa mba?

Aku: 50jt, kak.

Artis: Masih ada mba stoknya?

Aku: masih, kak, mau order berapa?

Artis: semuanya mbak, aku butuh banyak stok soalnya.

Aku: sungguh, kak? Stok hanya satu ya kak. Kalau kakak serius bisa langsung transfer uangnya.

Artis: iya mbak. Harga sudah termasuk ongkir belum ya?

Aku: belum, kak. Kalau boleh tahu alamat kakak di mana biar saya bisa cek ongkirnya?

Artis: di Jakarta mbak

Aku: Oke, kak. Ongkirnya dua puluh tujuh ribu kak. Silahkan isi nama,  alamat lengkap beserta nomer HPnya ya kak.

Artis: (mengirim alamat lengkap beserta nama dan nomer hpnya)

Aku: Harga satuannya tiga ratus ribu. Jadi totalnya jadi lima puluh juta dua puluh tujuah ribu.  Kakak bisa transfer di rekening ini 223344567899 atas nama Senja Gulita. Barang dikirim setelah kakak mengirimkan bukti transfer. Terima kasih.

Setelah sekitar lima menit. Hpku kembali bunyi. Itu pesan dari m-banking. Ada transferan senilai 51jt masuk. Aku sudah tahu ini pasti dari artis itu. Tak selang beberap lama, ada pesan masuk dari sosial media. Isinya si artis ini mengirimkan bukti transfer. Lalu di bawahnya diberi keterangan “Saya sudah transfer mba. Sengaja saya lebihkan biar genap sekalian. Saya bingung juga ini uang saya kebanyakan. Segera dikirim ya mbak.” Dalam hati saya, sombong amat! Tapi masa bodo. Yang penting saya bisa membeli kebutuhannya saya pakai uang itu. Akhirnya saya balas, “terima kasih, kak. Nanti siang akan saya kirimkan nomer resinya. Semoga puas dengan produk saya.”

Saya cukup berdebar ketika mengemas kesedihan saya. Baru kali ini saya akan memberikan kesedihan saya untuk orang lain. Biasanya saya hanya menyimpan kesedihan-kesedihan saya sendiri. Tapi kali ini, saya akan melepaskan kesedihan saya dengan harga 51jt. Ada rasa tak rela, namun saya juga butuh uang untuk memenuhi kebutuhan hidup saya. Tidak ada yang perduli dengan kehidupan saya, tak terkecuali negara dan pemerintah. Pemerintah hanya perduli pada rakyat dan bagi-bagi uang untuk rakyat menjelang pemilu. Itu hanya cukup untuk makan satu hari.

Setelah selesai mengemas, dengan langkah yang sedikit enggan saya melangkahkan kaki menuju tempat pengiriman paket. Saya menyerahkan paket tersebut ke petugas dan membayarkan biayanya. Setelahnya, saya pulang. Sesampainya di rumah, saya merasa ada yang hilang dari dalam diri saya. Saya merasa berbahagia dan selalu tersenyum setelah menjual kesedihanku. Tapi kemudian saya berpikir, untuk apa seseorang membeli kesedihan? Sepenting itukah kesedihan bagi orang lain? Aku yang punya banyak sekali kesdihan justru lebih suka mencari kebahagiaan. Adakah yang salah dengan dunia ini? Atau aku yang salah? Ah entahlah. Yang pasti setelah mencoba pertama kali menjual kesedihan aku semakin percaya bahwa segalanya di zaman sekarang bisa di perjualbelikan. Tidak heran jika ada orang yang membayar kejujuran dan juga orang-orang yang membeli suara ketika pilkada. Ternyata apa saja bisa menjadi duit asal kita tetap percaya diri. Tanpa malu-malu lagi.

TING! Satu pesan masuk. Setelah tiga hari akhirnya si Artis mengirimkan pesan lagi kepadaku. Dalam pesannya ia menulis “Mbak, terima kasih, ya, saya sangat puas sekali dengan produknya. Saya bisa gunakan itu untuk shooting. Bayaran akting saya ditambah tiga kali lipat karena katanya akting sedih saya sangat bagus. Kalau mau jual kesedihan lagi, hubungi saya ya mbak. Terima kasih sekali...”

Comments

Populer

Sebuah Cerita dan Seekor Burung

Tulisan yang di Muat di Tahun 2016

Untuk Seseorang