Pada Akhirnya Ternyata Biasa Saja

Tahun 2022 masih terlalu dini untuk di isi dengan patah hati. Tapi nyatanya memang harus seperti ini. Di bulan kedua yang intensitas hujannya masih sangat tinggi ini, hati gue dipatahkan lagi. My Favorit person, dia resmi mendeklarasikan dirinya meminang perempuan lain yang entah siapa, gue juga nggak kenal. Hehe

Gue suka sama dia sudah lama sebetulnya. Mungkin ini tahun keempat jika saja tahun ini dia belum resmi jadi milik perempuan lain. Gue nggak pernah ada hubungan spesial sama dia. Gue cuma kagum, suka, dan selalu merasa lega dan aman ketika gue ingat sama. Bisa di bilang setiap kali ada masalah orang pertama yang bisa gue bikin merasa tenang dan aman ya dia. Meskipun gue juga nggak yakin kalau dia tahu bahwa perannya di hidup gue seberarti itu. Makanya kan gue bilang he’s my favorit person. Bukan pacar atau atau apapun itu. Pokoknya ya, dia jadi orang favorit aja gitu.

Kayaknya belum ada deh, gue kenal sama laki-laki lain yang bisa menjadi favorit banget di hati gue kayak dia. Gue nggak tahu ya, ini perasaan cinta atau bukan. Pada intinya gue selalu merasa bahagia setiap kali gue bisa melihat dia. Ketika gue lagi dalam keadaan down banget misalnya, dia seolah-olah dikirim Tuhan buat nge-charge ulang semangat gue. Makanya, kan gue sempat salah sangka. Gue juga sampai menutup hati buat laki-laki lain ya karena dia ini. Karena gue pernah berharap kalau kelak gue bisa bersama-sama dengannya sampai menua bersama. Ekspektasi gue emang sebangsat itu. Haha

Gue kayak pernah membayangkan di suatu masa, gue sama dia bisa ngobrol-ngobrol ringan sambil bercanda, menikmati sore yang tenang setelah seharian lelah menyelesaikan pekerjaan. Atau di tengah gemuruh hujan gue sama dia lagi asyik berdiskusi apa saja, entah itu film yang sedang trending atau buku yang sudah kita tamatkan beberapa hari sebelumnya. Gue juga membayangkan betapa gue sama dia bakal debat panjang mengenai kodrat perempuan dan mengenai undang-undang yang baru disahkan pemerintah yang dirasa nggak adil buat orang-orang kecil. Lalu pada akhirnya saling meminta maaf karena sadar diri percuma juga didebat orang cuma mendebat berdua di dalam kamar. Haha. Beberapa tahun kemudian mungkin akan punya buah hati juga. Tiap malam dia bakal ngajarin anaknya membaca huruf hijaiyah dan gue kebagian nonton drakor. Haha. Nggak dong, gue kebagian nyiapin menu makan malam, maybe. Eh tapi pada akhirnya ternyata yang serumah sama dia perempuan lain. Malu anjir. Sama diri sendiri. Sama Tuhan juga. HAHAHA

Tapi ya sudahlah. Nyatanya menurut Tuhan kita memang bukan jodoh ya mau bagaimana lagi. Cuma ya masih heran aja gitu, kok bisa sih dia menikah di usia yang masih cukup muda ini. Huhu. Gue kira dia akan menikah setelah usianya 25+ gitu. Itu sih yang bikin gue agak shock. Hehe. Ya namanya juga hidup. Kadang sesuai ekspektasi tapi seringnya nggak sesuai ekspektasi. Gue nggak pernah menyesal pernah mencoba memantaskan diri buat dia dan nggak pernah menyesal juga pernah menutup hati untuk laki-laki lain dalam waktu yang cukup panjang itu. Gue ambil sisi baiknya aja. Setidaknya gue bisa menjauhkan diri dari yang namanya ‘pacaran’ meskipun niat awalnya ya hanya ingin memantaskan diri untuk seseorang.

Pada akhirnya ternyata biasa saja. Gue udah ikhlas dia sama perempuan lain karena memang dia bukan jodoh gue. Gue juga ikut berbahagia karena akhirnya gue tahu kalau selama ini gue salah orang. Gue yakin mungkin menurut Tuhan, gue nggak akan berakhir dengan baik kalau gue sama dia makanya Tuhan cepat-cepat mengembalikan dia ke jodoh sejatinya. Biar gue cepat sadar diri dan nggak semakin lama buang-buang waktu berusaha menjadi yang terbaik untuk jodoh orang.

Terakhir, semoga dia berbahagia selalu. Semoga juga dia bisa menjaga perempuannya dengan baik. Dan ya, gue mau diskusi lagi sama Tuhan tapi diskusinya sudah bukan tentang dia lagi. Tapi tentang seseorang yang lain, yang entah siapa gue juga belum tahu, tapi gue yakin dia yang terbaik di hidup gue. Gue juga sedang berdamai dengan diri sendiri dan mencoba fleksibel lagi, mulai membuka diri dan hati lagi untuk menerima orang yang baru.

Ternyata nggak baik ya, menutup hati ketika belum ada kepastian dalam hubungan. Ini buat pelajaran aja sih. kalau belum ada komitemen dan belum menikah sebaiknya nggak usah terlalu berusaha banget lah ya untuk menjadi yang terbaik untuk satu orang. Lebih baik memantaskan diri dengan tingkat kepantasan yang semaksimal mungkin. Jangan hanya memantaskan diri tapi batasnya hanya agar pantas bersanding dengan satu orang. Hehe.


But the way,
proses memantaskan diri menurut gue, nggak batasnya sih. Entah sudah dimiliki atau pun belum dimiliki seseorang, bagi perempuan hukumnya wajib banget untuk selalu belajar menjadi lebih baik setiap harinya. Karena katanya perempuan TK pertama untuk anak-anaknya. Jadi, dari segi agama, akhlak, pendidikan, sebisa mungkin selama masih diberi kesempatan oleh Allah SWT terus diperbaiki dan ditingkatkan setiap hari. Nggak mudah sih karena jaman sekarang godaannya banyak banget. Tapi minimal kan berusaha dulu semampunya. Selebihnya, biar Allah yang bantu.

Comments

Populer

Sebuah Cerita dan Seekor Burung

Tulisan yang di Muat di Tahun 2016

Untuk Seseorang